![]() |
Foto istimewa |
Tulangbawang-lampung,Peristiwa24.id
Di balik tembok tebal dan kawat berduri Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Menggala, Lampung, terungkap dugaan praktik kotor yang mencoreng wajah pembinaan pemasyarakatan. Informasi eksklusif yang diperoleh tim media nasional ini menguak adanya bisnis gelap penyewaan handphone, atribut kepolisian, hingga pungutan liar (pungli) yang disebut-sebut melibatkan oknum pegawai Polsuspas berinisial Hdi-S.
Alih-alih menjadi tempat pembinaan narapidana, Rutan Menggala justru diduga berubah menjadi arena transaksi ilegal yang sarat penyimpangan. Modus yang dijalankan bukan hanya bisnis ponsel bagi para narapidana dengan tarif mencapai Rp3 juta per bulan, namun juga penyewaan seragam polisi senilai Rp300 ribu per malam — diduga untuk mendukung aksi penipuan bermodus asmara dari balik jeruji.
Kesaksian Mantan WBP: Praktik Busuk Berjalan Sistematis
Seorang narapidana yang telah bebas, berinisial SN, membeberkan kesaksiannya. Ia mengaku sempat memotret dan merekam langsung praktik ilegal tersebut di awal 2025. Kesaksian ini diperkuat oleh sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan.
“Bisnis ponsel itu terbuka. Siapa pun napi bisa menyewa, asalkan setor ke oknum yang pegang kendali. Bahkan seragam polisi pun disediakan untuk dipakai menipu korban di luar,” ungkap sumber.
Menurutnya, praktik pungli juga berjalan masif di Blok C, blok yang dihuni para napi kasus kriminal berat. Setiap kamar disebut-sebut wajib menyetor dana dengan dalih kegiatan sosial dan pembangunan rutan, padahal uang tersebut tak pernah masuk mekanisme resmi.
Konfirmasi Mandek: Oknum Diam, Pihak Rutan Bungkam
Tim media mencoba mengkonfirmasi dugaan ini melalui pesan WhatsApp kepada oknum Hdi-S, namun hingga berita ini diturunkan, tak ada respons sama sekali. Upaya klarifikasi langsung ke Rutan pun dilakukan. Kepala Pengamanan Rutan (KPR) yang sempat ditemui mengaku “tidak mengetahui” adanya praktik kotor tersebut.
Pelanggaran Berat, Ciderai Sistem Pemasyarakatan
Dugaan praktik bisnis ilegal dan pungli ini jelas mencederai mandat pemasyarakatan yang seharusnya fokus pada pembinaan moral narapidana. Lebih jauh, penyalahgunaan atribut kepolisian untuk aksi penipuan adalah pelanggaran serius yang merusak kepercayaan publik.
Pertanyaannya, di mana pengawasan dari Kanwil Kemenkumham Lampung? Mengapa praktik seperti ini bisa berjalan lama dan terorganisir tanpa tersentuh penindakan?
Desakan Tindak Lanjut
Kasus ini mendesak ditindaklanjuti Aparat Penegak Hukum (APH) dan Kanwil Kemenkumham setempat. Penelusuran mendalam dan audit internal mutlak diperlukan untuk menguak siapa saja yang terlibat, sekaligus memutus rantai bisnis gelap yang memalukan lembaga negara ini.Tim (Robinson)