Strategi Menghadapi Kemarau Basah: Meningkatkan Produktivitas Pertanian

Strategi Menghadapi Kemarau Basah: Meningkatkan Produktivitas Pertanian

Jumat, 11 Juli 2025, Juli 11, 2025
OPEN REKRUTMEN PARALEGAL!




Jakarta, Peristiwa24.id -


Puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono, saat ini seperti kehilangan makna. Pada masa puisi itu ditulis, 1989, Juni di sebagian besar wilayah Indonesia tengah berada di musim kemarau. Demikian pula saat puisi tersebut menjadi buku kumpulan puisi yang ditulis pada periode 1964—1994.


Pada periode itu, Juni menjadi awal kemarau yang kering hingga Juli dan Agustus, bahkan sebagian hingga September. Hujan menjadi fenomena langka yang begitu memahat kenangan setiap insan yang tengah diselimuti cinta.Kini hujan di Bulan Juni, bahkan hingga Juli, menjadi fenomena sehari-hari di sebagian besar wilayah Indonesia.


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang dipublikasikan pada 2 Juni 2025 melaporkan durasi musim kemarau diprediksikan menjadi lebih pendek di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya di Jawa, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.

Hanya sebagian kecil wilayah di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua menunjukkan durasi yang lebih panjang.

Ahli meteorologi dari IPB University Sonni Setiawan, SSi, MSi, mengungkap fenomena karena pengaruh sunspot pada Matahari. Sunspot merupakan titik-titik gelap di permukaan Matahari yang menandakan aktivitas radiasi tinggi.


Ketika sunspot meningkat, Matahari memancarkan lebih banyak partikel energi tinggi, seperti sinar kosmik. Partikel mempercepat proses kondensasi di atmosfer dan meningkatkan pembentukan awan, sehingga meningkatkan peluang hujan.


Hujan bagi sektor pertanian dapat bermakna positif maupun negatif, tergantung bagaimana manusia merespons dan kondisi lahan yang sangat spesifik.


Hujan memberi air yang menyuburkan tanah dan menumbuhkan tanaman, tetapi sebaliknya jika berlebihan dapat membuat banjir yang berujung pada kegagalan panen.


Hujan di bulan-bulan yang seharusnya kering membuka peluang, jika dimanfaatkan dengan cerdik oleh semua pihak terkait. Musim kemarau yang biasanya langka air, justru mendapat bonus pasokan air dari langit, 


sepanjang tidak berlebihan.Pada konteks ini, pemerintah pusat sebagai pengambil kebijakan, dapat menjadi dirigen untuk mengelola bonus air ini agar dapat digunakan untuk meningkatkan produksi pangan nasional.


Dalam kondisi normal, lahan sawah tadah hujan hanya bisa ditanam satu kali, namun dengan ketersediaan air yang lebih panjang dan merata, lahan semacam ini berpotensi ditanami dua kali.


Sawah irigasi

Sementara lahan sawah irigasi yang biasa ditanam dua kali, kini dapat berpeluang dipacu untuk tiga kali tanam.Artinya, produksi bisa meningkat hingga dua kali lipat di lahan sawah yang sudah stabil, tanpa perlu menggantungkan pada lahan bukaan baru.


Hanya saja, peluang tidak akan berubah menjadi kenyataan, jika tidak ada kesiapan. Dalam dunia pertanian, waktu adalah segalanya. Hujan yang turun sekarang tidak akan menunggu kesiapan manusia.Jika pemerintah dan petani tidak sigap, peluang emas ini akan lewat begitu saja, seperti air hujan yang mengalir percuma ke laut.


Padahal, di musim kemarau, air sangat mahal. Dibutuhkan pompa dengan bahan bakar listrik atau solar untuk mendapatkan, sehingga menambah biaya produksi.


Petani membutuhkan dukungan untuk dapat menanam lebih dari biasanya. Petani yang umumnya terserak dapat menyuarakan kebutuhannya, jika tergabung dalam kelompok tani, sehingga memudahkan komunikasi petani dengan pemerintah.


Benih unggul yang sesuai dengan agroklimat setempat harus tersedia tepat waktu dalam jumlah cukup. Tanpa benih, tidak ada tambahan tanam baru.Demikian pula pupuk harus tersedia dan terdistribusi lancar. Ketersediaan pupuk bersubsidi sering kali menjadi masalah klasik.

Jika ingin memanfaatkan momentum ini, pemerintah daerah harus aktif memetakan kebutuhan petani di wilayahnya, dengan mendukung kelompok tani. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenko Pangan dan Kementerian Pertanian, harus memastikan stok dan distribusinya.


Selain itu, alat dan mesin pertanian (alsintan) berperan penting untuk memastikan setiap keputusan tanam dan panen dapat dilakukan tepat waktu dan cepat. Traktor dapat mempercepat pengolahan lahan dan penanaman.


Combine harvester juga dapat memanen tepat waktu dalam waktu cepat. Pada konteks ini, alsintan dapat dianggap sebagai senjata utama.


Tidak semua petani mampu membeli alsintan, sehingga peran pemerintah di tingkat desa dan kecamatan serta kelompok tani harus ditingkatkan.Insentif khusus


Dalam skema nasional, Kementerian Pertanian memang bertindak sebagai dirigen yang mengatur arah dan kebijakan makro, namun eksekusi nyata terjadi di tingkat bawah.


Pemerintah daerah, dari provinsi hingga kabupaten, menjadi ujung tombak dalam merealisasikan perluasan tanam ini. Gubernur, bupati, dan wali kota perlu bergerak cepat.


Pengalaman di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, peran camat, kepala desa, dan tokoh agama justru menjadi kunci keberhasilan untuk meningkatkan indeks pertanaman (IP).Bupati harus memberi target pada camat dan kepala desa untuk memonitor langsung waktu tanam bersama kelompok tani.


Hal ini dapat dipahami karena jika hanya kepala dinas pertanian yang memberi perintah, maka belum tentu camat dan kepala desa langsung turun tangan memonitor.


Kelompok tani lebih mudah menggerakkan anggotanya ketika kepada desa mendukung. Sementara, tokoh agama, melalui rumah ibadah tempatnya bertugas dapat menjadi "humas" untuk memberi informasi kepada petani, jadwal-jadwal pertemuan kelompok tani. Pengumuman pertemuan petani dapat disampaikan tokoh agama, seusai beribadah.


Dengan kata lain, pemerintah daerah melalui dinas pertanian harus membuka komunikasi intensif dengan beragam jalur, mulai kelompok tani, penyuluh lapangan, pelaku usaha pertanian, pemerintah desa, hingga lembaga agama.


Pemerintah tidak cukup hanya membuat program, tapi harus benar-benar turun ke lapangan, memastikan petani bergerak, sesuai musim yang sedang berlangsung.Insentif khusus untuk daerah yang berhasil meningkatkan indeks pertanaman (IP) di musim kemarau juga layak dipertimbanngkan.


Pemerintah pusat bisa memberikan dukungan anggaran tambahan atau bantuan sarana produksi bagi daerah-daerah yang berhasil mengambil peluang ini secara nyata.Kunci utama dari semua ini adalah kecepatan dan kesiapan. 


Jangan tunggu musim berganti, sehingga air keburu hilang. Tanah yang basah siap ditanam.Petani yang siap bergerak hanya butuh sedikit dorongan dan dukungan. Mari bergerak untuk kedaulatan pangan, kesejahteraan petani, dan masa depan bangsa.

*) Dr Destika C, SP, MSc & Prof Asif Awaludin, PhD adalah peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan dan peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN



Sumber : Antaranews.com

TerPopuler