ASAHAN, Peristiwa24.id -
Oknum mantan Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Asahan diduga terlibat pemalsuan sertifikat tanah.
Mencuatnya nama Fachrul Husin Nasution selaku Kepala Kantor ATR/BPN Asahan berawal adanya laporan korban Sutanto ke Polres Asahan terkait dugaan pemalsuan surat berupa sertifikat tanah.
Sutanto melalui kuasa hukumnya Johansen Simanihuruk, S.H., melaporkan Julianty ke Polres Asahan dengan surat laporan polisi Nomor : LP/B/271/IV/2025/SPKT/POLRES ASAHAN tanggal 15 April 2025 atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud pada Pasal 263 ayat 1 atau ayat 2 KUHPidana kini statusnya sudah tahap penyidikan.
Sejak laporan korban ditangani Polres Asahan, terlapor Julianty, So Huan (suami istri) beberapa kali mangkir dari panggilan penyidik hingga status perkara dugaan pemalsuan surat itu telah naik dari penyelidikan ke penyidikan.
Bahkan Julianty pada panggilan yang kesekian kalinya tetap mangkir berdalih sakit, beberapa saksi lainnya So Huan dan Fachrul Husin Nasution selaku mantan Kepala Kantor ATR/BPN Asahan juga mangkir panggilan penyidik.
"Julianty, So Huan dan Fachrul Husin selaku mantan Kepala BPN Asahan berulang kali mangkir atau tidak memenuhi panggilan penyidik Polres Asahan, dibuktikan dengan surat SP2HP dari Polres Asahan yang kita terima," ucapnya.
"Bahkan dalam SP2HP itu penyidik akan menerbitkan surat perintah membawa para saksi ini. Namun penanganan perkaranya diambil alih Bagwassidik Ditreskrimum Polda Sumut atas permohonan saksi Julianty," tegas J. Simanihuruk S.H., kepada Wartawan, Kamis (23/10/2025).
Khawatir ada intervensi perkara, Simanihuruk melayangkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Kapolda Sumut. "Kita sudah surati Kapolda Sumut agar kasus ini jangan sampai ada intervensi 'mafia hukum' sebab kita patut pertanyakan maksud Julianty meminta perkara ini ditangani Bagwassidik Polda Sumut yang nyatanya permohonannya diterima," kata Simanihuruk S.H., meminta penyidik Polda Sumut yang menangani perkara profesional dan tidak dipengaruhi kepentingan sepihak.
Selain Julianty dan So Huan, pemeriksaan terhadap Fachrul Husin Nasution sangat penting untuk mengungkap dalang dibalik terjadinya pemecahan sertifikat tanah SHM No 74 menjadi empat sertifikat "palsu". "Kenapa Fachrul Husin sangat penting untuk diperiksa karena terjadinya pemecahan sertifikat SHM No 74 saat Fachrul menjabat Kepala Kantor BPN Asahan," ucap Simanihuruk.
"Tindakan pemecahan sertifikat No 74 itu jelas telah melawan perintah pengadilan yang memutuskan bahwa sertifikat No 74 tidak boleh dibalik nama dan dipecah karena kasus gugatan perdata yang dilaporkan klien kami Sutanto terhadap sertifikat SHM No 74 telah dinyatakan menang dan saat terjadinya pemecahan status perkara perdata itu sedang tahap kasasi di Mahkamah Agung," tegas Simanihuruk menjelaskan saat perkara perdata itu telah berkekuatan hukum sebagaimana putusan Mahkamah Agung.
Anehnya, meski pengadilan melalui amar putusan melarang balik nama dan pemecahan sertifikat No 74, BPN Asahan malah melakukan pemecahan sertifikat SHM No 74 menjadi empat sertifikat yang diduga palsu.
"Jelas tindakan Fachrul Husin yang saat itu menjabat Kepala Kantor BPN Asahan terang terangan melawan putusan pengadilan karena memecah sertifikat SHM No 74 padahal BPN Asahan dalam gugatan perdata itu berstatus tergugat V dengan Julianty dan So Huan yang juga tergugat," ungkapnya.
Untuk itu kita mendesak penyidik Polda Sumut untuk memeriksa kalau perlu jemput paksa karena keterangan Fachrul Husin sangat penting dan jika terlibat tetapkan tersangka bersama Julianty. "Sebab dugaan kita terjadinya pemecahan sertifikat itu tentu ada sesuatu yang menggiurkan sehingga BPN Asahan berani memecah sertifikat meski harus mempertaruhkan jabatannya," kata Simanihuruk.
Pasca dilaporkan ke Polres Asahan, mantan Kepala Kantor ATR/BPN Asahan Fachrul Husin Nasution beberapa kali didatangi wartawan termasuk Warta Tipikor tak berhasil ditemui di kantornya. Bahkan berulangkali aktifis menggelar aksi unjukrasa di Kantor BPN Asahan, Fachrul tak berani muncul sehingga menguatkan dugaan adanya gratifikasi pemecahan sertifikat No 74 menjadi empat sertifikat baru.
(Kaperwil Sumut)




