Iklan



Roy
Jumat, 03 Oktober 2025, Oktober 03, 2025 WIB
Last Updated 2025-10-03T12:46:31Z
AsahanBerbelit-belitBerita TanjungbalaiDaerah TanjungbalaiJaksa PenuntutKeberatanPenasehat hukumPeristiwaSaksi Polisi

Rahmadi Dituntut 9 Tahun, Kuasa Hukum: Fakta dan Saksi Justru Menunjukkan Ia Tidak Bersalah

 



Tanjungbalai, Peristiwa.id -


Kasus hukum yang menjerat Rahmadi kembali menuai sorotan tajam. Ancaman pidana penjara 9 (sembilan) tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tanjungbalai Asahan dinilai sebagai upaya penghancuran hidup seorang warga tanpa dasar bukti kuat.


Kuasa hukum Rahmadi, Ronald Siahaan, menegaskan bahwa kliennya bukan pemilik narkotika sebagaimana yang dituduhkan. Bahkan, menurutnya, fakta persidangan menunjukkan tidak ada saksi maupun bukti yang menyatakan Rahmadi tertangkap tangan memiliki narkotika.


“Rahmadi dituduh berulang kali, langsung maupun tidak langsung, sebagai bagian dari kelompok internasional berbahaya. Padahal jauh didalam hati polisi yang jujur, dalam persidangan menyatakan,: ‘Saya tidak melihat Rahmadi memiliki narkotika.’ Tuduhan ini tidak jelas dan dipaksakan,” ujar Ronald.


Ronald juga menyebut dakwaan JPU penuh kejanggalan. Mulai dari kesalahan perumusan tempus delicti (waktu kejadian) dan locus delicti (tempat kejadian), hingga barang bukti yang diduga sudah tidak sesuai.


Ia mencontohkan, surat dakwaan menyebut lokasi penangkapan di Jalan Arteri, Kecamatan Datuk Bandar, sementara fakta di persidangan menunjukkan penangkapan terjadi di Jalan Yos Sudarso, Teluk Nibung, lokasi yang sangat berjauhan.


Lebih parah lagi, ada pengakuan dari tersangka lain bernama Andre yang menyatakan barang bukti narkotika justru berkurang dari jumlah yang dikuasai polisi. Fakta ini, menurut Ronald, justru menegaskan adanya indikasi permainan dalam penanganan perkara.


“Ancaman 9 tahun seperti undian lotre. Tidak jelas di mana letak kesalahan Rahmadi, tapi JPU tetap ngotot memenjarakan klien kami. Ini jelas bentuk kriminalisasi. Jaksa bukannya berdiri sebagai pengendali perkara (dominus litis), malah melayani skenario yang dibuat penyidik,” tegas Ronald.


Ronald juga mengkritik sikap JPU yang dianggap gagal menjalankan fungsi sesuai dengan Buku Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum (Jaksa Agung No. 1 Tahun 2022). Ia menilai kasus ini bukan perkara tindak pidana murni, melainkan kuat dugaan sarat rekayasa dan kepentingan tertentu.


Atas dasar itu, Rahmadi melalui kuasa hukumnya Ronal Siahaan pada Jumat (03/10/2025) agar Majelis Hakim membebaskan Rahmadi dari seluruh tuduhan JPU karena tidak ada bukti yang sahih.


“Sejak awal penyidikan, nama Rahmadi sudah ditetapkan sebagai tersangka tanpa dasar. Ini pelanggaran HAM. Diduga kuat ini merupakan skenario jahat yang menjadikan perkara ini seolah-olah rapi, padahal penuh kebusukan,” pungkas Ronald.


  (Kaperwil)