MEDAN, Peristiwa24.id -
Marlini Nasution, istri Rahmadi, mendesak Kapolda Sumatera Utara, Irjen Whisnu Hermawan, mengusut tuntas dugaan pencurian uang Rp11,2 juta dan penganiayaan yang dialami suaminya.
Kasus ini menyeret nama anak buah Kanit I Subdit III Ditresnarkoba, Kompol Dedi Kurniawan.
Rahmadi ditangkap awal Maret 2025. Sepekan setelah penahanan, saldo rekeningnya mendadak raib.
Marlini menuding seorang penyidik berinisial IVTG memaksa Rahmadi menyerahkan PIN M-Banking dengan dalih penyelidikan.
"Ini bukan penyitaan, ini perampokan berkedok hukum. Tidak ada dokumen penyitaan handphone. Apalagi laporan digital fornsik," ujarnya, Minggu, (28/9/2025).
Laporan resmi soal hilangnya uang itu telah ia buat dengan Nomor: STTLP / B/ 1375 / 2025 / POLDA SUMATERA UTARA, tertanggal 22 Agustus 2025.
Namun, lebih dari sebulan kasus tak bergeming.
"Kalau aparat bisa seenaknya mencuri, apa bedanya dengan bandit jalanan?" kata Marlini.
Tak hanya kehilangan uang, Rahmadi juga mengalami penganiayaan. Rekaman kamera pengawas memperlihatkan adegan brutal itu beredar luas di media sosial.
Luka-luka di tubuh Rahmadi dianggap bukti bahwa kekerasan aparat nyata, bukan sekadar tudingan.
Kuasa hukum Rahmadi, Ronald Siahaan, menilai kasus ini lebih dari sekadar raibnya uang.
Ia menduga ada rekayasa penangkapan, hingga peralihan barang bukti sabu dari tersangka lain.
"Hukum bisa mati di tangan aparatnya sendiri," kata Ronald.
Sejauh ini, kata Ronald, belum ada keterangan resmi dari Polda Sumut terkait laporan dugaan pencurian uang dan penganiayaan ini.
Namun, dalam laporan kasus pencurian, Marlini sudah dimintai keterangan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sumut.
"Akan tetapi, hingga saat ini progresnya cendrung jalan di tempat," kata Ronald.
Sehingga, tegas Ronald, pihaknya mendesak Kapolda Sumut untuk mengatensi kasus ini.
"Termasuk laporan di Bidpropam terhadap Kompol DK dan anak buahnya. Sebab, sorotan publik kini mengarah pada keberanian Kapolda Sumut dalam menuntaskan kasus yang diduga melibatkan perwiranya sendiri," tegasnya.
Kini sorotan publik mengarah ke Polda Sumut. Apakah mereka berani menyingkap borok di tubuhnya sendiri, atau justru membiarkan jargon presisi tinggal sebatas poster di dinding markas?
(Kaperwil)