Sengketa 4 Pulau Singkil, Tito: Silakan Aceh Gugat ke PTUN

Sengketa 4 Pulau Singkil, Tito: Silakan Aceh Gugat ke PTUN

Rabu, 11 Juni 2025, Juni 11, 2025
OPEN REKRUTMEN PARALEGAL!

 <


Jakarta,Peristiwa24.id



Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempersilakan Pemerintah Aceh untuk menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait penetapan batas wilayah yang memasukkan empat pulau di Aceh Singkil–Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek--ke dalam wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut). Hal ini disampaikan Tito, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2026). "Kami memahami kalau ada pihak yang tidak puas. Tapi kami terbuka terhadap evaluasi atau gugatan hukum, termasuk ke PTUN. Silakan saja," katanya.


Ia mengatakan, pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi, melainkan hanya ingin menyelesaikan masalah batas wilayah secara objektif dan legal. Keempat pulau yang dimaksud, yakni Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek, kini tidak lagi bagian dari Provinsi Aceh, melainkan masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.



Dikatakan Tito, persoalan ini memiliki sejarah panjang dan melibatkan banyak pihak serta instansi sejak awal konflik itu muncul pada 1928. "Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga," ujarnya.


Tito menegaskan bahwa persoalan batas wilayah bukan hanya terjadi antara Aceh dan Sumut. Saat ini terdapat ratusan kasus serupa di seluruh Indonesia. Dari sekitar 70 ribu desa di Indonesia, kata Tito, baru sekitar seribu desa yang batas wilayahnya benar-benar telah selesai secara hukum. Ia menjelaskan bahwa penyelesaian batas wilayah sangat penting karena menyangkut kepastian hukum, penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), tata ruang, dan perencanaan pembangunan.


Jika batas tidak jelas, kata Tito, pembangunan di wilayah sengketa bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kalau satu wilayah membangun, padahal status lahannya masuk dalam sengketa, itu bisa jadi masalah hukum. Batas wilayah harus ada kejelasan agar tidak menimbulkan persoalan administrasi ke depannya," katanya.


Terkait dengan empat pulau yang disengketakan, Tito menjelaskan bahwa batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah sudah diteliti oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut, dan Topografi Angkatan Darat, sehingga pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumatera Utara.


Dikatakan Tito,Poin-poin Pernyataan Mendagri


- Pemerintah pusat terbuka menerima gugatan hukum terkait penetapan batas wilayah Aceh-Sumatera Utara, termasuk ke PTUN, jika ada pihak yang tidak puas.

- Pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi, hanya ingin menyelesaikan masalah batas wilayah secara objektif dan legal.

- Penetapan batas wilayah penting untuk kepastian hukum, penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), tata ruang, dan perencanaan pembangunan.

-  Wilayah sengketa yang dibangun tanpa kejelasan batas dapat menjadi temuan BPK dan menimbulkan masalah hukum serta administrasi.

- Batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah telah diteliti oleh BIG, TNI AL, dan Topografi AD, menyimpulkan empat pulau masuk wilayah Sumut

- Karena tidak ada kesepakatan batas laut, kewenangan pengambilan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat.



Tawarkan Pengelolaan Bersama 


Mendagri Tito Karnavian juga mengatakan, pihaknya  mendukung keempat pulau itu dikelola secara kolaboratif oleh dua pihak. "Kita doakan antara kedua gubernur bisa mendapatkan solusi yang terbaik. Kalau bisa kelola bersama, why not?" kata Tito di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/6/2025).


Tito menuturkan pemerintah pusat telah menetapkan empat pulau itu masuk wilayah Sumut berdasarkan batas daratnya. Hal ini juga telah disepakati pemda-pemda di wilayah yang bersangkutan. "Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh 4 Pemda, Aceh maupun Sumatera Utara," kata Tito.

Azhari Cage tolak kelola bersama 


Sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Azhari Cage SIP secara tegas menolak wacana pengelolaan bersama empat pulau yang selama ini berada di wilayah Aceh Singkil dan kini menjadi milik Sumatera Utara (Sumut).



Bukan hanya Mendagri, Gubernur Sumut, Bobby Nasution sebelumnya juga sempat mengusul ke Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem agar keempat pulau tersebut dikelola besama.

"Jelas-jelas milik Aceh, kok kelola bersama? Hanya orang gila saja yang mau kelola punya kita dengan orang lain," ungkap Azhari Cage kepada Serambi, Senin (9/6/2025).


Azhari Cage berharap adanya ketegasan dari Pemerintah Aceh terhadap empat pulau tersebut. Ia mengaku memiliki bukti-bukti kepemilikan Pulau PanjangPulau Lipan, Pulau Mangkir Besar dan Mangkir Kecil sebagai milik Aceh.


Karena itu, mantan anggota DPRA ini meminta Pemerintah Aceh mempertahankan kedaulatan wilayah, bukan malah membuka ruang kompromi dengan pihak lain yang dianggap telah mengambil hak Aceh.



"Jadi kita meminta Pemerintah Aceh tegas terhadap empat pulau ini dan menolak usulan pengelolaan bersama yang ditawarkan Provinsi Sumut. Jelas-jelas milik Aceh, kok kelola bersama?" tegas Azhari Cage.


Senada dengan Azhari, mantan Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI (Purn) Teuku Abdul Hafil Fuddin meminta Pemerintah Aceh untuk melakukan peninjauan ulang terhadap batas darat yang berbatasan langsung dengan Sumatera Utara (Sumut). 



“Pemerintah Aceh disarankan untuk melakukan evaluasi ulang batas wilayah, yakni meninjau kembali batas darat yang telah ditetapkan, dengan mempertimbangkan dokumen historis, kondisi geografis terkini, dan aspirasi masyarakat,” ujar T Hafil, Selasa (10/6/2025). 


T. Hafil menjelaskan, belajar dari sengketa pulau, Keputusan Kemendagri yang menetapkan Pulau PanjangPulau Lipan, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil sebagai bagian dari Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, telah memicu reaksi dari Pemerintah Aceh. 


Pemerintah Aceh mengajukan keberatan resmi, mengacu pada dokumen historis seperti Surat Keputusan Bersama (SKB) tahun 1992 yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.




Sumber: tribunnews.com

TerPopuler