Iklan



Roy
Sabtu, 27 September 2025, September 27, 2025 WIB
Last Updated 2025-09-27T11:42:06Z
Berita MedanBidpropamDaerah PoldasuKode EtikKriminalRekayasasumut

Propam Jangan Main Mata, Usut Tuntas Kasus Penganiayaan Rahmadi

 


MEDANPeristiwa24.id -


Kuasa hukum Rahmadi, Ronald Siahaan, mendesak Bidpropam Polda Sumatera Utara bergerak cepat mengusut dugaan penganiayaan terhadap kliennya. 


Pelaku disebut-sebut Kompol Dedi Kurniawan, Kanit I Subdit III Ditresnarkoba Polda Sumut.


Ronald menuding, Propam tak boleh cuci tangan, apalagi bermain mata.


"Apakah Propam perlu bertanya kepada Bidkum untuk kasus penyiksaan ini? Jelas tidak. Propam adalah penegak etik internal, bukan penonton," ujarnya, Sabtu, (27/9/2025).


Lebih lanjut dijelaskan Ronald, kasus dialami Rahmadi ini, sangat kontras dengan apa yang seharusnya dilakukan polisi selaku penegak hukum. 


"Polisi yang mestinya menjadi garda terdepan melindungi masyarakat dari narkoba justru diduga menggunakan tangannya untuk menganiaya dan melakukan dugaan rekayasa kasus terhadap Rahmadi," jelas Ronald. 


Ironsisnya, alih-alih menjaga marwah institusi, kehadiran aparat dalam kasus Rahmadi malah melukai warga.


"Praktik bernegara yang jahat lewat penyiksaan terhadap warga negara masih nyata terjadi. Rakyat dibodohi. Aparat yang seharusnya melindungi justru menjadi pelaku kekerasan. Ini penghinaan terhadap konstitusi," tegas Ronald.


Ia mengingatkan, setiap anggota Polri terikat Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 yang dengan tegas melarang praktik penyiksaan. Aturan itu sejalan dengan Pasal 27, 28, dan 29 UUD 1945.


"Kompol Dedi Kurniawan seharusnya melindungi, bukan menganiaya. Tindakan brutal terhadap Rahmadi adalah masalah kemanusiaan, bukan sekadar pelanggaran disiplin," tegasnya lagi.


Ronald menyoroti peran Propam sebagai benteng terakhir disiplin dan etik Polri. Ia menegaskan, Propam tidak bisa bersembunyi di balik tafsir hukum Bidkum.


"Bidkum hanya memberi nasihat hukum positif, sementara Propam berwenang memutuskan soal etika, moral dan integritas polisi," tutur Ronald.


Oleh peringatan karena itu, Ronald memberi peringatan keras bahwa Propam tak boleh jadi pagar yang justru melindungi aparat nakal.


"Integritas polisi harus diuji. Jika terbukti melakukan penyiksaan, sanksinya bisa sampai pemberhentian. Ini bukan sekadar prosedur hukum, tapi soal keadilan dan kemanusiaan," pungkasnya. 


Dalam kasus ini, kata Ronald, pertanyaannya, masihkah publik bisa percaya kepada polisi, jika tangan yang semestinya melindungi rakyat justru berlumur kekerasan?


  (Kabiro)