Menteri HAM Tegaskan Berbeda Pandangan dengan Stafsus Soal Retret Sukabumi

Menteri HAM Tegaskan Berbeda Pandangan dengan Stafsus Soal Retret Sukabumi

Senin, 07 Juli 2025, Juli 07, 2025
OPEN REKRUTMEN PARALEGAL!

 




Jakarta, Peritiwa24.id -


Usulan Staf Khusus Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Thomas Harming Suwarta untuk menjamin kebebasan tujuh tersangka kasus perusakan rumah singgah di Sukabumi digugurkan langsung oleh bosnya, Menteri HAM Natalius Pigai. 




Peristiwa yang diduga merupakan tindakan intoleransi ini terjadi di Kampung Tangkil RT4/RW1, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Jumat, 27 Juli 2025 lalu. Warga mendatangi lokasi retret para pelajar Kristiani.



Warga sempat mengira bahwa vila tersebut dijadikan tempat ibadah dan mereka kemudian membubarkan aktivitas serta merusak beberapa fasilitas di tempat tersebut. 



Namun, di vila tersebut ternyata sedang berlangsung kegiatan retret para pelajar. Akibatnya, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dari kejadian tersebut.



Perkembangan terbaru, jumlah tersangka sudah bukan tujuh orang lagi tapi delapan orang. Tersangka dijerat Pasal 170 KUHP tentang perusakan secara bersama-sama dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang.



Awal mula ide Stafsus Staf Khusus Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta mengatakan, kementeriannya siap menjadi penjamin bagi tujuh tersangka kasus perusakan rumah singgah di Sukabumi, Jawa Barat. 


Thomas juga menyatakan bahwa Kemenkumham akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan secara resmi kepada pihak kepolisian. 



Pernyataan tersebut disampaikan Thomas usai menghadiri kegiatan bersama Bupati, Kapolres, dan tokoh agama di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Kamis (3/7/2025). 



“Kami siap dari Kementerian HAM untuk memberikan jaminan agar para tujuh tersangka kami lakukan penangguhan penahanan dan ini (permintaan penangguhan penahanan) kami akan sampaikan secara resmi kepada pihak kepolisian," kata Thomas.



Menurut Thomas peristiwa perusakan itu terjadi berawal dari miskomunikasi di masyarakat. Dia menekankan pentingnya menjaga persepsi yang tepat agar tidak memicu tindakan yang kontraproduktif. 



"Jadi, saya pikir kita sama-sama tahu bahaya dari mispersepsi dan miskomunikasi ini di masyarakat," ujarnya. Namun, penyataan tersebut diklarifikasi Thomas melalui keterangan tertulis pada Sabtu (5/7/2025).



Thomas mengatakan, permohonan penangguhan tersangka kasus perusakan rumah singgah di Kabupaten Sukabumi itu baru sebatas usulan.



Dia menyebutkan Kementerian HAM belum memiliki sikap resmi tersebut hal tersebut. “Ini baru sebatas usulan, saya memberikan masukan saja setelah saya dan tim melihat dan menemukan dinamika yang ada di lapangan. 



Sampai saat ini belum ada langkah resmi apa pun atau surat dari kementerian terkait usulan tersebut,” kata dia dilansir dari ANTARA, Sabtu (5/7/2025).



Natalius Pigai menolak Menteri HAM Natalius Pigai menolak usulan stafsusnya karena tindakan para tersangka yang bertentangan dengan hukum dan perbuatan individu yang tidak sesuai dengan Pancasila. Selain itu, Natalius juga menilai usulan tersebut akan mencederai perasaan korban.



"Sebagai Menteri HAM RI saya tidak akan menindaklanjuti usulan spontanitas Thomas S Swarta Staf Khsusus Menteri HAM. Karena itu mencederai perasaan ketidakadilan bagi pihak korban. 



Tindakan yang bertentangan dengan hukum adalah perbuatan dari individu / personal bertentangan dengan Pancasila," tulis Menteri HAM dalam akun pribadinya di X, dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (6/7/2025).



Hingga saat ini, Kementerian HAM belum mengeluarkan surat atau sikap resmi terkait peristiwa tersebut karena masih menunggu laporan dari Kanwil Jawa Barat. 

atau sikap resmi dari Kementerian karena sedang menunggu laporan dari Kanwil Jawa Barat. Demikian untuk menjadi perhatian," tulis Pigai.



Kata Stafsus, ada tindakan intoleransi Stafsus Menteri HAM, Thomas, juga sudah mengatakan bahwa dari hasil pemantauan di lokasi, KemenHAM menemukan adanya tindakan intoleransi yang dilakukan oleh sekelompok warga. Tindakan itu berupa perusakan rumah yang digunakan sebagai tempat kegiatan retret. 



Selain itu, dia juga mencatat adanya potensi gangguan terhadap stabilitas sosial dan kehidupan antarumat beragama di Desa Tangkil. Oleh sebab itu, Thomas mengusulkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) demi menciptakan rekonsiliasi dan perdamaian di tengah masyarakat. 



"Kami berpendapat dan mengusulkan bahwa jalan terbaik yang sebaiknya ditempuh adalah jalan rekonsiliasi dan perdamaian melalui restorative justice, yang tentu saja harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Thomas.




Di sisi lain, Thomas menegaskan, Kementerian HAM tetap mendukung penegakan hukum terhadap pelaku. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara (UUD) 1945 serta Pasal 8 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. 



Pasal-pasal tersebut mengamanatkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 



"Dan yang juga tidak kalah penting adalah kehendak bersama kita sebagai bangsa yang beragam, bahwa mengelola keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia yang sedemikian kompleks ini tentu perlu hikmat dan kebijaksanaan,” ucap dia.







Sumber : Berita1.info

TerPopuler